Senin, 21 Oktober 2019

Nilai Tambah (Value Added )





Sebuah benda akan hanya tampak sebagai seonggok benda. Ia mungkin mempunyai struktur  seperti dimensi dan waktu. Panjang, lebar, tinggi/kedalaman atau tahun pembuatannya.  Benar, salah satu struktur ini apabila digarap secara unik, maka akan menambah cantik/atau menambah nilai bagi benda tersebut.

Tetapi pernahkah terpikir jika sebuah benda yang ditambahkan nama atau judul maka ia bukanlah hanyalah  seonggok benda lagi. Ia menjadi unik. Bayangkan patung seorang lelaki yang perkasa kemudian ia diberi judul David. Tentu ia memancing imajinasi kita lebih jauh tentang patung tersebut.

Nilai tambah lainnya misalnya adalah story/sejarah/atau latar belakangnya.  Bayangkan sebuah  benda dengan story,  misalnya, dibuat pada abad “Renaisance”. Kemudian keterangan  bahwa patung tersebut dibuat oleh seniman terkenal seperti Leonardo da Vinci misalnya.
Tambahan  value(seperti judul/history/latar belakang) ini tentu memiliki harga milyaran rupiah setelah diketahui value added-nya tersebut, dibanding dengan  tampilannya saja; hanya sebuah patung.

Contoh tersebut diatas tentu hanyalah sebagai sebuah contoh.  Untuk menambah nilai tambah (Value Added) tidak perlu untuk karya yang sudah masyur belaka.  Setiap karya, meskipun baru,  jika memiliki  seperti judul/tema/latar  belakang  tertentu, tentu lebih di hargai khalayak dari pada sebuah karya yang tidak memiliki  nilai tambah apa-apa.

Itulah sebabnya, misalnya,  seorang perupa yang memiliki tema tertentu, misal minimalis, realis, kubis, surealis dapat menjadi trade mark bagi seniman tersebut dibandingkan jika ia hanya berkarya tanpa suatu patron, pola dan tema.

Penulis pernah melihat seorang penjual pisang goreng biasa. Yang menjadikan penulis penasaran setiap lewat didepannya adalah kios penjual tersebut diberinya nilai tambah (Value added) dengan memberi kedai tersebut nama “Kedai Pisang Goreng Bang Umar”.
Hanya dengan memberi nama/trade mark pada kiosnya dengan nama kedai bang Umar inilah yang membuat penulis dan orang-orang yang melewati kiosnya ini tertarik untuk membeli dan membeli. Demikian contoh sederhananya betapa sebuah trade mark/judul,  yang merupakan sebuah nilai tambah, dapat memikat dan sangat memikat penikmatnya.

Contoh lainnya adalah pada penggalangan dana masyarakat. Jika kita hanya menghimbau masyarakat ; ayo bayarlah zakat! Ini tentulah bukanlah himbauan yang cukup menarik dan memikat. Namun Jika kita beri story telling dibelakangnya tentulah lain cerita.
Misalkan, “Zakat ini akan disalurkan ke saudara-saudara kita yang kurang beruntung  yang membutuhkan di kawasan muslim  tertindas,  uighur & rohyngya. “ Ini tentulah  lain ceritanya.

Seorang sales dapat menyentuh pembelinya tidak hanya dari segi teknis-nya saja (Spesifikasi, kemudahan spare part, teknologi terbaru, dll). Namun dapat pula menyentuh dari segi  non teknis-nya, segi emosional , misalnya. Ini tentu lebih menarik.
Segi emosional yang dapat kita garap misalnya, benda ini dibuat oleh kalangan disabilitas misalnya. atau 10% dari uang penjualan ini akan disumbangkan bagi para tunawisma di jalanan.

Manusia hanyalah sebagai manusia belaka adanya. Namun menjadi menarik jika ia memupunyai nama, latar belakang, suku, agama dan hal- hal unik yang berbeda lainnya. Tentu ini menjadi menarik untuk kita lebih mengenal dan mempelajarinya.

Disaat kita menawarkan sebuah benda atau jasa, berilah ia nilai tambah (value added) yang dapat kita tambahkan kepadanya.  Sehingga ia dari hanya sebuah benda menjadi sebuah tema.

Tetap semangat !
Surakarta, 0:56, 21 Oktober 2019


Tidak ada komentar:

Posting Komentar